SEMANGAT

Jangan menyerah atas hal yang kamu anggap benar meskipun terlihat mustahil. Selama ada kemauan dan usaha, Tuhan kan berikan jalan untuk kita.

Senin, 26 Maret 2012

MAKALAH SASTRA MULTI DISIPLINER


NILAI MAGIS DALAM NOVEL CALON ARANG
 KARYA PRAMOEDYA ANANTA TOER ,SENDRATARI CALON ARANG
DAN FILM CALON ARANG
ANDHIKA NUGROHO

BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang

Peredaran karya sastra di Indonesia berkembang pesat. Hal ini dapat dilihat dari adanya berbagai macam karya sastra yang bermutu dan baru beredar di masyarakat, baik yang diciptakan oleh pengarang laki-laki maupun pengarang perempuan. Kehadiran karya satrsa di masyarakat tampak memberikan suatu hiburan tersendiri.

Karya sastra merupakan kreasi artistik yang terwujud dari imajinasi nalar dan perasaan pengarang. Berdasarkan pengalaman dan pengetahuan tentang manusia, sastra tidak hanya lahir karena fenomena kehidupan lugas, tetapi juga dari kesadaran pengarangnya bahwa sastra merupakan suatu yang imajinatif dan fiktif.

Jassin (1983:4) mengatakan bahwa sastra dapat menambah kearifan dan kebijaksanaan dalam kehidupan. Karya sastra akan selalu menarik karena di dalamnya terungkap hasil penghayatan zaman yang dalam. Melalui karya sastra, pembaca dapat memasuki pengalaman bangsa atau bangsa-bangsa lain, sejarah dan masyarakatnya untuk menyelami apa yang pernah dirasakan dan dipikirkan.

Karya sastra memang bersifat Dulce et Utile: menyenangkan dan bermanfaat (Sudjiman, 1985:13). Dengan membaca dan mendengar karya sastra akan diperoleh pengetahuan dan sekaligus merupakan sarana untuk latihan memberikan kritik terhadap sastra. Tujuan membaca karya sastra adalah untuk mendayagunakan pengetahuan, memperkaya rohani, menjadikan manusia yang berbudaya, dan untuk menggunakan sesuatu dengan baik (Sunardjo, 1984:6). Dengan demikian, karya sastra sangat menunjang nilai-nilai kebudayaan sekaligus menceritakan kembali sesuatu yang disenangi sastrawan mengenai nilai sesuatu dalam masyarakat.

Lewat membaca karya sastra, pembaca dapat melaksanakan kegiatan berbahasa, yaitu kegiatan yang bertujuan memperkaya kosa kata, mengembangkan kemampuan menyusun kalimat memperoleh gaya bahasa yang dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan kemampuan berbahasa pembacanya. Lebih lanjut, pembaca sastra juga dapat ditautkan dengan membaca kreatif, yaitu kegiatan membaca yang dilatarbelangi dengan tujuan tertentu yang bersifat aplikatif. Artinya, pembaca ingin menemukan nilai-nilai kehidupan yang mampu memperkaya landasan pola perilaku, mendapatkan pengetahuan praktis untuk menjadi penulis yang baik (Aminudin, 1984:16).

Sastra bandingan adalah studi sastra bandingan secara totalitas, karena sastra bandingan identik dengan sastra dunia, sastra umum atau sastra universal. Pengkajian sastra bandingan pada dasarnya tidak harus terpaku pada karya-karya klasik dari sastrawan yang terkenal, karena dalam kajian sastra bandingan tidak jauh berbeda dengan kegiatan mengapresiasi suatu karya sastra.

Contoh kajian nilai magis terdapat dalam novel Calon Arang karya Pramoedya Ananta Toer dengan membandingkan pertunjukan drama tari yang ada di Bali, dengan film Calon Arang di layar kaca yang bertutur tentang kehidupan seorang perempuan tua yang jahat. Pemilik teluh hitam dan pengisap darah manusia. Ia pongah. Semua-mua lawan “politik”nya dibabatnya. Yang mengkritik dihabisinya. Ia senang menganiaya sesame manusia. Ia punya banyak ilmu ajaib untuk membunuh orang… murid-muridnya dipaksa berkeramas, berkeramas dengan darah manusia. Kalau mereka sedang berpesta tak ubahnya dengan sekawanan binatang buas, takut orang melihatnya yang jika ketahuan mengintip orang itu akan diseret ke tengah pesta dan dibunuh dan darahnya dipergunakan berkeramas.Tapi kejahatan ini juga pada akhirnya bisa tumpas di tangan jejari kebaikan dalam sebuah operasi terpadu  yang dipimpin oleh Empu Baradah. Empu ini bisa mengembalikan kehidupan masyarakat yang gonjang dan ganjing ke jalan yang benar sehingga hidup bisa lebih baik dan lebih tenang, tidak buat permainan segala macam kejahatan.

Melalui kajian bandingan ini, penulis akan mengkaji tentang nilai magis yang terdapat dalam novel Calon Arang karya Pramoedya Ananta Toer, pertunjukan drama tari dan film yang ada di layar kaca agar pembaca mudah mengerti dan memahami pengungkapan magis yang menjadi tema besar novel ini,jga banyak sekali menyinggung sejarah serta berbagai adat istiadat yang berhubungan dengan spiritual bali(hindu)seperti kepercayaan,persembahan.











1.2  Rumusan Masalah
Bila ditinjau dari judul di atas maka analisis ini lebih difokuskan pada bagaimana perbedaan nilai magis pada novel Calon Arang karya Pramoedya Ananta Toer,pertunjukan drama tari Calon Arang serta Film yang ada di layar kaca?
1.3    Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini,yaitu peneliti ingin mendeskripsikan mengenai perbedaan nilai magis yang terdapat dalam novel Calon Arang karya Pramoedya Ananta Toer,pertunjukkan drama tari Calon Arang serta film yang ada d layar kaca.
1.4    Metode penelitian
Penelitian ini ditinjau dari segi jenis penelitiannya tergolong pada penelitian yang bersifat hermeneutika karena penelitiannya tergolong pada penelitian yang bersifat hermeneutika masih saja terus berkembang.Menurut Richard E.Palmer,definisi hermeneutika dapat dibagi menjadi enam bagian.Sejak awal hermeneutika telah sering didefinisikan sebagai ilmu tentang penafsiran.Akan tetapi secara luas hermeneutika juga sering didefinisikan sebagai:(1)Teori penafsiran kitab suci;(2)Hermeneutika metodologi filologi umum;(3)Hermeneutika sebagai landasan metodologis dari ilmu-ilmu kemanusiaan;(4)Hermeneutika sebagai pemahaman eksistensialisme dan fenomenologi eksistensi dan (5)Hermeneutika sebagai sistem penafsiran dapat diterapkan baik secara kolektif maupun secara personal,untuk memahami makna yang terkandung dalam mitos-mitos ataupun simbol-simbol.
Hermeneutika Sebagai Alternatif Interpretasi
            Ketika sebuah teks dibaca seseorang,disadari atau tidak akan memunculkan interpretasi terhadap teks tersebut.Membicarakan teks tidak pernah terlepas dari unsur bahasa, Heidegger menyebutkan bahasa adalah dimensi kehidupan yang bergerak yang memungkinkan terciptanya dunia sejak awal, bahasa mempunyai eksistensi sendiri yang didalamnya manusia ikut berpartisipasi (tagleton,2006:88)
            Sebagai metode tafsir, hermeneustika menjadikan bahasa sebagai tema sentral, kendati dikalangan para filsuf hermeneutika sendiri terdapat perbedaan dalam memandang hakikat dan fungsi bahasa.Perkembangan aliran filsafat hermeneutika mencapai puncaknya ketika muncul dua aliran pemikiran yang berlawanan, yaitu aliran intensionalisme dan aliran hermeneutika gadamerian.Intensionalisme memandang makna sudah ada karena dibawa pengarang atau panyusun teks sehingga tinggal menunggu interprestasi penafsir.
Sementara Hermeneutika Gada – merian sebaliknya memandang makna dicari, dikonstruksi, dan direkontruksi oleh penafsir sesuai konteks penafsir dibuat sehingga teks tidak pernah baku, ia senantiasa berubah tergantung dengan bagaimana, kapan dan siapa pembacanya (Rahadjo, 2007:55).Peristiwa pemahaman terjadi ketika cakrawala makna historis dan asumsi kita terpadu dengan cakrawala tempat itu berada.Hermeneutika melihat sejarah sebagai dialog hidup antara masa lalu, masa kini dan masa depan.Metode hermeneutika mencoba menyesuaikan tiap elemen dalam setiap teks menjadi satu keseluruhan yang lengkap, dalam sebuah proses yang biasa dikenal sebagai lingkaran hermeneutika.Ciri-ciri individual dapat dimengerti berdasarkan keseluruhan konteks dan keseluruhan konteks dapat dimengerti melalui ciri-ciri individual.
Kunci pemahaman adalah partisipasi dan keterbukaan, bukan manipulasi dan pengendalian.Sebagai sebuah metode penafsiran, hermeneutika tidak hanya memandang teks, tetapi juga berusaha menyelami kandungan makna secara literalnya.Hermeneutika berusaha menggali makna dengan mempertimbangkan horison-horison (cakrawala) yang melingkupi teks tersebut.Horison yang dimaksud adalah horison teks, pengarang, dan pembaca.Dengan memperhatikan ketiga horison tersebut diharapkan suatu upaya pemahaman atau penafsiran menjadi kegiatan rekonstruksi dan reproduksi makna teks, yang selain melacak bagaimana suatu teks dimunculkan oleh pengarangnya dan muatan apa yang masuk dan ingin dimasukkan oleh pengarang kedalam teks, juga berusaha melahirkan kembali makna sesuai dengan situasi dan kondisi soal teks dibaca atau dipahami.Dengan kata lain hermeneutika memperhatikan tiga hal sebagai komponen pokok dalam upaya penafsiran yaitu teks, konteks, kemudian melakukan upaya kontekstualisasi.














BAB II
PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI
2.1 Pengertian Nilai
Nilai adalah sesuatu yang berharga, bermutu, menunjukkan kualitas dan berguna. Bagi manusia sesuatu itu bernilai berarti sesuatu itu berharga atau berguna bagi kehidupan.
2.2 Pengertian Magis
Rahaswia tersembunyi, terselubung atau paham yang memberikan ajaran yang magis sehingga haya dikenali, diketahui atau dipahami oleh orang-orang tertentu saja/penganutnya. Menurut kamus besar bahasa Indonesia magis dapat diartikan hal gaib yang tidak terjangkau dengan akal manusia biasa. Sub sistem yang ada di hampir semua agama dan system religi untuk memenuhi hasrat manusia merasakan emosi bersatu dengan Tuhan.
2.3 Pengertian Nilai Magis
Nilai yang mengandung unsure-unsur magis (rahasia, tersembunyi, terselubung, objek dapat diketahui melalui pengetahuan mistik yang tidak dapat dipahami oleh rasio, seperti supra natural (supra rasional), kebal, debus, pelet, penggunaan jin santet dan lain-lain.
2.4 Teori Transformasional
Tranformasional adalah perubahan bentuk atau rupa suatu karya sastra ke dalam bentuk karya sastra lain. Dalam transformasi struktur-strukturnya tidak statis melainkan dinamis. Bentuk transformasi terdiri atas beberapa macam,yaitu transformasi karya sastra tulis ke dalam karya sastra lisan,transformasi karya sastra lisan ke dalam karya sastra tulis,transformasi karya sastra tulis ke dalam karya sastra tulis.
Macam-macam transformasi dapat berupa :penambahan atau pengulangan,penukaran,penggantian,dan penghapusan. Empat jenis transformasi tersebut dapat diterapkan ke dalam berbagai bidang teks baik sastra maupaun bahasa.Di dalam kebahasaan ke-empat jenis transformasi                                                           itu dapat dikaitkan dengan sintaksis,semantik,dan bunyi (fonologi) sehingga terjadi aneka macam variasi yang dengan sadar atau tidak akan menimbulkan teks-teks yang baru.
Bentuk-bentuk transformasi seperti;transformasi karya sastra ke dalam bentuk novel,transformasi karya sastra ke dalam bentuk drama,transformasi karya sastra ke dalam bentuk sendratari atau dramatari,Transformasi karya sasra dalam bentuk pewayangan.
Hal-hal penting dalam transformasi:dalam transformasi karya sastra tradisional kedalam seni pertunjukan modern (teater),menyatakan bahwa satu hal yang tidak boleh hilang dalam proses transformasi itu adalah makna dan nilai-nilai sastra.Makna kata dan makna kalimat yang mengandung nilai dan pesan seharusnya tetap di pertahankan ketika kata-kata dan kalimat itu berubah menjadi gerak atau akting.
Transformasi seni sastra kedalam seni pertunjukan;dalam transformasi pertunjukan ini tokoh-tokoh dalam seni pertunjukan juga tak perlu dibuat sebanyak tokoh yang ada dalam novel.Misalnya dengan hanya mengambil tokoh-tokoh penting yang disesuaikan dengan tokoh-tokoh yang diperlukan dalam seni pertunjukan.Secara fisik,cerita dalam karya sastra bisa saja tidak sama dengan cerita dalam seni pertunjukan,misalnya plot atau alur bisa saja diubah.Bangunan alur bisa dilakukan dengan sistem kilas balik sehingga pembahasannya bisa disusun dengan pembabakan baru.Artinya bisa dibuat skenario ulang seperti membuat skenario film dan kisahnya diambil dari novel.
Proses transformasi dari karya sastra berbentuk tulisan kedalam seni pertunjukan yang mengandalkan gerak dan akting tentu saja tak mempunyai teori baku.Bahkan berkali-kali mengubah strategi agar cerita dalam novel atau naskah drama barat bisa diterjemahkan dengan mulus sekaligus “mengena” dan “sampai” ketika diubah dalam bentuk tembang,gerak,akting.Contoh-contoh transformasi misalnya;(1)Cerita rakyat Calon Arang yang ditransformasikan kedalam bentuk novel,(2)Cerita rakyat yang ditransformasikan kedalam bentuk seni tari atau drama tari,(3)Cerita rakyat Calon Arang yang ditransformasikan kedalam bentuk film.
2.5 Persamaan dan Perbedaaan Sastra Bandingan
Sastra bandingan adalah sebuah studi teks across cultural. Studi ini merupakan upaya interdisipliner, yakni lebih banyak memperhatikan hubungan sastra menurut aspek waktu dan tempat. Dari aspek waktu, sastra bandingan dapat membandingkan dua atau lebih periode yang berberbeda. Sedangkan konteks tempat, akan mengikat sastra bandingan menurut wilayah geografis sastra. Konsep ini merepresentasikan bahwa sastra bandingan tertuju pada bandingan sastra dengan bidang lain. Bandingan semacam ini, guna menurut keterkaitan antara aspek kehidupan (Endraswara, 2008: 128). Semantara, Benedecto Crose (Giffod dalam Endraswara, 2008: 128), berpendapat bahwa studi sastra bandingan adalah kajian yang berupa eksplorasi perubahan (vicissitude), alterna-tion (penggantian), pengembangan (devilopmen), dan perbedaan timbal balik di antara dua karya atau lebih. Sastra bandingan akn terkait dengan ihwal tema dan ideal sastra.
Ada dua hal yang sangat mungkin menjadi problem dalam sastra bandingan (comparative literature) sebagai sebuah disiplin ilmu. Pertama, persoalan yang menyangkut konsep sastra bandingan. Dalam banyak rumusan atau definisi sastra bandingan pada umumnya, penekanan perbandingan pada dua karya atau lebih dari sedikitnya dua negara yang berbeda menjadi pusat perhatian yang utama. Jadi, sebuah perbandingan dua karya atau lebih yang berasal dari dua negara, termasuk ke dalam wilayah sastra bandingan. Jika kita membandingkan dua karya yang berasal dari dua kultur etnik yang berbeda –Sunda dan Jawa, misalnya—, padahal kedua karya itu berada dalam wilayah negara yang sama, apakah termasuk ke dalam wilayah sastra bandingan. Pertanyaan yang sama dapat diajukan ketika kita membandingkan sastra Singapura dengan sastra Taiwan yang keduanya memakai bahasa Mandarin atau sastra Brunei Darussalam dengan sastra Malaysia yang keduanya memakai bahasa Melayu. Pertanyaan yang sama tentu saja dapat kita kemukakan lebih panjang lagi. Jadi, jika kita mengamati karya-karya dari berbagai negara yang menggunakan bahasa yang sama atau sastra dari berbagai daerah dalam satu negara, maka ternyata bahwa rumusan sastra bandingan yang menekankan pada perbedaan negara, justru akan mengundang masalah konseptual. Dalam konteks itulah, perlu kiranya kita mempertanyakan kembali rumusan-rumusan sastra bandingan yang pernah ada.
Masalah kedua menyangkut praktik sastra bandingan sebagai sebuah kajian. Apakah praktik sastra bandingan hanya sebatas membandingkan dua teks sastra atau lebih jauh dari itu dengan mencantelkan analisis atau interpretasinya pada kebudayaan dan kehidupan kemasyarakatan yang melahirkannya. Jika perbandingannya itu hanya menyangkut dua atau lebih teks sastra yang berbeda, maka hasil perbandingan itu hanya akan sampai pada perbedaan dan persamaan tekstual. Dari sana mungkin kita akan sampai juga pada persoalan reputasi dan penetrasi, dan pengaruh-mempengaruhi. Jika demikian halnya, maka perbandingan itu akan tetap berkutat pada persoalan tekstual. Jadi, apakah tujuan sastra bandingan hanya sampai pada pengungkapan perbedaan dan persamaan dua teks atau lebih. Oleh karena itu, patutlah dipertimbangkan tujuan sastra bandingan yang tidak hanya sampai pada perbandingan dua teks sastra yang berbeda dan mengungkapkan persamaan dan perbedaan tekstual, tetapi juga coba menelusuri persamaan dan perbedaannya itu sebagai bagian dari dua produk budaya yang dilahirkan dari dua kehidupan sosio-budaya yang berbeda.
Jadi, sesuai dengan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sastra bandingan adalah perbandingan karya sastra yang satu dengan satu atau beberapa karya sastra lain, serta perbandingan karya sastra dengan ekspresi manusia dalam bidang lain.









BAB III
PEMBAHASAN
Berdasarkan ulasan pada latar belakang dan teori-teori, penelitian ini akan mengkaji perbedaan nilai magis dalam novel Calon Arang karya Pramoedya Ananta Toer, pertunjukan drama tari Calon Arang dan film Calon Arang di layar kaca.
3.1 Nilai Magis yang Terdapat dalam Novel Calon Arang
Sinopsis Calon Arang dalam novel karya Pramoedya Ananta Toer menceritakan tentang kehidupan seorang perempuan tua yang jahat.Profesinya adalah tukang teluh hitam.Dengan sangat tajam, Pramoedya Ananta Toer menggambarkan seorang sosok Calon Arang ini tak lebih sebagai mesin pemusnah kemanusiaan.Dia adalah pemilik mantra hitam dan pengisap darah dengan pipa keserakahan, ia pongah, ia tak pernah puas.Semua lawan politik dibabatnya, yang mengkritik dihabisinya.Ia senang menganiaya sesama manusia, membunuh, merampas dan menyakiti.Calon Arang berkuasa, ia tukang teluh dan punya banyak ilmu ajaib untuk membunuh orang.Demikian Pramoedya menggambarkan tokoh jahat ini.
Tapi kejahatan ini juga pada akhirnya bisa tumpas di tangan jejari kebaikan dalam operasi terpadu yang dipimpin oleh Empu Barada.Empu ini digambarkan bisa mengembalikan kehidupan masyarakat yang gonjang ganjing ke jalan yang benar sehingga hidup bisa lebih baik dan lebih tenang, tidak membuat segala macam kejahatan lagi.
Calon Arang merupakan perempuan yang buas yaitu memaksa muridnya berkeramas dengan darah manusia karena itu rambut murid-muridnya gimbal-gimbal.Kalau mereka berpesta seperti binatang buas, sehingga orang-orang takut melihatnya.Jika ketauan mengintip orang itu akan diseret ke tengah peata dan dibunuh, darahnya dipergunakan untuk berkeramas.Letak nilai magis dalam novel Calon Arang yaitu Calon Arang dan muridnya memuja Dewi Durga sambil memuja murid-muridnya dan menari.Seperti kawanan orang gila nampaknya.Dalam menari-nari itu mereka melangkah berputar-putar.Tak karuan tariannya.Yang satu tidak sama dengan yang lain.Seorang menjelir-jelirkan lidah seperti ular.Yang lain mendelik-delik menakutkan.Yang lain lagi maring-miring dan kakinya dipendekkan.” (Pramoedya, 2003:13)
Pada saat prajurit-prajurit datang ke rumah Calon Arang dan mendekati Calon Arang pada saat ia tidur nyenyak.Tukang sihir itu bangunlah dari tidurnya.Melihat ketiga prajurit itu meluaplah amarahnya matanya merah, sebentar kemudian menyemburkan api dari matanya itu, juga hidung kuping dan mulutnya merah padam mengeluarkan api yang menjilat-jilat.Terbakarlah ketiga prajurit itu.Terbakar sampai hangus dan mati disitu juga.
3.2 Nilai Magis yang Terdapat dalam Dramatari atau Sendratari Calon Arang
Sendratari Calon Arang adalah salah satu kesenian Bali yang termasuk dalam katagori kesenian untuk kepentingan ritual yang sakral (wali) tentu saja tidak setiap saat dipentaskan, biasanya pada saat-saat tertentu saja sebagai sarana untuk “melukat” (membersihkan desa).Desa adat Kuta, setiap tahunnya selalu mengadakan pertunjukan ini menjelang odalan pura dalem desa tersebut .Untuk wilayah Desa Adat Kuta, kegiatan ini dimulai dari setra adat (kuburan umum) yang letaknya dekat hotel Paradiso dan puncaknya diselenggarakan di depan atau pertigaan pasar Kuta.
Drama ritual magis yang melakonkan kisah-kisah yang berkaitan dengan ilmu sihir, ilmu hitam maupun ilmu putih, dikenal dengan Pangiwa atau Pangleakan dan Panengen. Lakon- lakon yang ditampilkan pada umumnya berakar dari cerita Calon Arang, sebuah cerita semi sejarah dari zaman pemerintahan raja Airlangga di Kahuripan (Jawa Timur) pada abad ke IX. Karena pada beberapa bagian dari pertujukannya menampilkan adegan adu kekuatan dan kekebalan (memperagakan adegan kematian bangke-bangkean, menusuk rangda dengan senjata tajam secara bebas) maka Calon Arang sering dianggap sebagai pertukan adu kesaktian (batin). Dramatari ini pada intinya merupakan perpaduan dari tiga unsur penting, yakni Babarongan diwakili oleh Barong Ket, Rangda dan Celuluk, Unsur Pagambuhan diwakili oleh Condong, Putri, Patih Manis (Panji) dan Patih K eras (Pandung) dan Palegongan diwakili oleh Sisiya-sisiya (murid-murid). Tokoh penting lainnya dari dramatari ini adalah Matah Gede dan Bondres. Pertunjukan Calon Arang bisa diiringi dengan Gamelan Semar, Pagulingan, Bebarongan, maupun Gong Kebyar. Dari segi tempat pementasan, pertunjukan Calon Arang biasanya dilakukan dekat kuburan (Pura Dalem) dan arena pementasannya selalu dilengkapi dengan sebuah balai tinggi (tranjangan atau tingga) dan pohon pepaya.
Pagelaran Calon Arang berlangsung hangat dan dipenuhi penonton. Di menit-menit terakhir memasuki tengah malam, peristiwa magis secara perlahan muncul.Saat Calon Arang yang sesungguhnya ditampilkan, kekuatan magis dan mistik menyeliputi area stage Jagatnatha, penonton pun dibuat tegang, suara-suara menantang dan mengundang leak menambah suasana semakin menakutkan. Hingga saat Calon Arang ngereh dan terjadi peristiwa menusuk diri dan saling menusuk antar teman,  seorang penonton yang berada ditengah keramaian tiba-tiba kerauhan. Hal tersebut membuat suasana semakin mengerikan. Akibatnya penonton yang kerauhan tersebut dikerubungi penonton lainnya dan akhirnya sadar dengan sendirinya. Diduga orang yang kerauhan tersebut saat menonton membawa benda magis atau mempelajari ilmu tertentu, tapi karna mungkin ilmunya lebih rendah, orang tersbut tidak kuat menahan hawa panas yang datang dari pemain Calon Arang, hingga dia menjadi kerauhan.
3.3 Nilai Magis dalam Film Calon Arang
Dalam bentuk film cerita Calon Arang mengalami transformasi bentuk yang pada awalnya berbentuk teks tertulis mengalami ekranisasi atau peleyarputihan naskah. Seperti halnya drama, naskah Calon Arang ini mengalami perubahan bentuk menjadi dialog. Naskah tertulis ini mengalami perubahan bentuk menjadi adegan-adegan yang divisualisasikan. Apabila dalam drama naskah divisualisasikan dalam pentas langsung, maka dalam bentuk film ini naskah divisualisasikan melalui media perekam yaitu kamera film yang pada setiap waktu yang diinginkan film ini dapat diputar. Mengenai isi naskahnya sendiri, dalam bentuk film ini, cerita Calon Arang tak mengalami perbedaan jauh dengan cerita yang berkembang di masyarakat yaitu pada akhir cerita Calon Arang meninggal dan manggali tetap diperistri Empu Barada.
Calon Arang adalah tokoh dalam cerita rakyat Jawa da Bali dari abad ke-12. Tidak diketahui siapa yang mengarang cerita ini.Salinan teks latin yang sangat penting berada di Belanda,yaitu di Bijdragen Institut.(wikipedia.com).Dalam makalah ini Calon arang ditransformasi ke dalam beberapa bentuk diantaranya novel,sendratari,drama dan film. Transformasi teks Calon arang ini dari segi lisan maupun tulisan.
Dongeng Calon arang diatas transformasi dalam berbagai bentuk,diantaranya transformasi dalam bentuk novel,drama,sendratari,dan film. Secara garis besar ,dongeng Calon arang yang di transformasi dalam bentuk novel,drama,sendratari, dan film menceritakan tentang seorang wanita jahat  bernama Calon arang yang murka terhadap rakyat Bali karena mereka selalu mencemooh putri kesayangannya,manggali. Kemurkaannya sempat teredam ketika datang seorang pria bernama Mpu Baradah yang datang melamar putrinya,sebenarnya Mpu Baradah diutus menikahi Manggali untuk mencari kelemahan calon arang dan menghentikan sifat jahat Calon arang. Jadi,dapat disimpulkan bahwa dongeng Calon arang mengalami proses penciptaan kembali dengan cara ekspansi atau pengembangan perluasan baik isi maupun fungsi.
            Berikut ini adalah ekranisasi atau usaha sebagai bagian dari transformasi bentuk dari cerita aslinya.
Judul                          : Ratu Sakti Calon Arang
Sutradara                   : Sisworo Gautama
Produser                    : Ram Soraya
Pemeran Utama        : Barry Prima, Suzanna
Pemeran Pembantu  : Amoroso Katamsi, Diana Suarkom, Didin Syamsuddin, Dorman Borisman, HIM Damsjik, Johny Matakena, Linda Husein, Ratna Debby Ardi, Tina Winarno
Keterangan Publikasi
Jakarta                              : Soraya Intercine Film, 1985
Deskripsi Fisik                 : Film Berwarna, 75 menit
Media                               : Film layar lebar
Subjek                               : Film laga legenda
Bahasa                                : Indonesia
Penulis Skenario                       : I Gusti Jagat Karana
Penata Artistik                       : M. Affandi SM
Penata Suara                           : Endang Darsono
Penata Musik                          : Frans Haryadi
Penata Foto                             : Thomas Susanto
Penyunting                                : Muryadi
3.4 Nilai magis dalam novel calon arang karya pramoedya ananta toer ,sendratari calon arang dan film calon arang

Tabel Korpus

3.1 Nilai Magis yang Terdapat dalam Novel Calon Arang
Korpus Data
Nilai Magis yang Terdapat dalam Novel Calon Arang

KD1
Calon Arang dan muridnya memuja Dewi Durga sambil memuja murid-muridnya dan menari.Seperti kawanan orang gila nampaknya.Dalam menari-nari itu mereka melangkah berputar-putar.Tak karuan tariannya.Yang satu tidak sama dengan yang lain.Seorang menjelir-jelirkan lidah seperti ular.Yang lain mendelik-delik menakutkan.Yang lain lagi maring-miring dan kakinya dipendekkan.” (Pramoedya, 2003:13)


Tabel Korpus
            3.2 Nilai Magis yang Terdapat dalam Dramatari atau Sendratari Calon Arang           
Korpus Data
Nilai Magis yang Terdapat dalam Dramatari atau Sendratari Calon Arang
KD1
Hingga saat Calon Arang ngereh dan terjadi peristiwa menusuk diri dan saling menusuk antar teman,  seorang penonton yang berada ditengah keramaian tiba-tiba kerauhan. Hal tersebut membuat suasana semakin mengerikan. Akibatnya penonton yang kerauhan tersebut dikerubungi penonton lainnya dan akhirnya sadar dengan sendirinya. Diduga orang yang kerauhan tersebut saat menonton membawa benda magis atau mempelajari ilmu tertentu, tapi karna mungkin ilmunya lebih rendah, orang tersbut tidak kuat menahan hawa panas yang datang dari pemain Calon Arang, hingga dia menjadi kerauhan.



Tabel Korpus
3.3 Nilai Magis dalam Film Calon Arang
Korpus Data
Nilai Magis dalam Film Calon Arang
KD1
bentuk film ini, cerita Calon Arang tak mengalami perbedaan jauh dengan cerita yang berkembang di masyarakat yaitu pada akhir cerita Calon Arang meninggal dan manggali tetap diperistri Empu Barada.














BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan penelitian maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut ini. Bahwa nilai magis yang benar-benar nyata dapat dilihat terdapat dalam pertunjukan seni sendratari atau dramatari Calon Arang. Dramatari ritual magis yang melakonkan kisah-kisah yang berkaitan dengan ilmu sihir, ilmu hitam maupun ilmu putih, dikenal dengan Pangiwa atau Pangleakan dan Panengan. Lakon-lakon yang ditampilkan pada umumnya berangkar dari cerita Calon Arang, sebuah cerita semi sejarah dari zaman pemerintahan Raja Airlangga di Kahuripan (Jawa Timur) pada abad ke IX karena pada beberapa bagian dari pertunjukannya menampilkan adu kekuatan dan kekebalan (mempragakan adegan kematian bangke-bangkean,menusuk rangda dengan senjata tajam secara bebas)maka Calon Arang sering di anggap sebagai pertunjukan adu kesaktian(batin).Dramatari ini pada intinya merupakan perpaduan dari tiga unsur penting,yakni Babarongan di wakili oleh barong ket,rangda,dan celuluk,unsur pagambuhan diwakili oleh Condong,putri,patih manis(Panji)danpaih keras(pandung)dan palegongan diwakili oleh sisya-sisya(murid Calon Arang). Belakangan ini drama tari Calon arang,termasuk kesenian lainnya yang sejenis. Seperti wayang Calon arang,Arja Calon arang,cenderung menjadi garang dan menantang dengan ditonjolkannya adegan-adegan yang memperlihatkan pameran kekebalan dan kekuatan batin. Biasanya sendratari calon arang dipentaskan pada saat tertentu saja. Sebagai sarana   melukat (membersihkan desa). Kegiatan ini dimulai dari setra adat(kuburan umum) dan puncaknya diselenggarakan didepan atau pertigaan pasar Kuta.
Dalam makalah ini Calon arang dapat ditransformasikan kedalam beberapa bentuk diantaranya,novel,drama,sendratari,dan film. Transformasi teks calon arang ini dari segi lisan maupun tulisan.


4.2 Saran
Peneliti menyadari sepenuhnya bahwa hasil penelitian ini banyak kekurangan dan masih jauh dikatakan sempurna sebagai sebuah penelitian sastra yang baik. Maka dari itu peneliti memberikan beberapa saran kepada para peneliti lanjut yang menggunakan novel Calon Arang sebagai obyek penelitian. Adapun saran-saran penelitian adalah sebagai berikut:
1)      Lebih memperbanyak buku-buku sastra sebagai referensi sehingga kajian yang ditampilkan akan lebih luas dan mendalam.
2)      Hasil analisis nilai magis dalam novel Calon Arang, pertunjukkannya dapat dijadikan aspek dalam berbagai telaah sastra terutama kegiatan apresiasi sastra.
3)      Hasil penelitian ini merupakan hasil deskripsi novel Calon Arang pertunjukkannya serta filmnya ditinjau dari nilai magis yang terdapat di dalamnya dapat dimanfaatkan sebagai bahan pembanding apresiasi sastra.




DAFTAR PUSTAKA
Aminudin. 2002. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar Baru
Abdullah, Taufik (Ed), 1990. Sejarah Lokal di Indonesia. Yogyakarta : Gajah Mada University Press.
Hardjana, Andre. 1981. Kritik Sastra : Sebuah Pengantar. Jakarta : Gramedia.
http;//id.wikipedia.org/wiki/Calon_Arang
Katalog film Indonesia 1926-1995/JB Kristianto. Jakarta: Grafisari Mukti, 1995
Perpustakaan Nasional RISinematek Indonesia Pusat Dokumentasi Seni: Bidang Film
Ananta Toer, Pramoedya. 2003.Calon Arang. Jakarta.
Jassin, HB 1968. Angkatan 66: Prosa dan Puisi. Jakarta: Gunung Agung

Tidak ada komentar:

Posting Komentar