NILAI MAGIS DALAM NOVEL CALON ARANG
KARYA PRAMOEDYA
ANANTA TOER ,SENDRATARI CALON ARANG
DAN FILM CALON ARANG
ANDHIKA NUGROHO
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Peredaran karya sastra di Indonesia berkembang pesat. Hal ini dapat
dilihat dari adanya berbagai macam karya sastra yang bermutu dan baru beredar
di masyarakat, baik yang diciptakan oleh pengarang laki-laki maupun pengarang
perempuan. Kehadiran karya satrsa di masyarakat tampak memberikan suatu hiburan
tersendiri.
Karya sastra merupakan kreasi artistik yang terwujud dari imajinasi
nalar dan perasaan pengarang. Berdasarkan pengalaman dan pengetahuan tentang
manusia, sastra tidak hanya lahir karena fenomena kehidupan lugas, tetapi juga
dari kesadaran pengarangnya bahwa sastra merupakan suatu yang imajinatif dan
fiktif.
Jassin (1983:4) mengatakan bahwa sastra dapat menambah kearifan dan
kebijaksanaan dalam kehidupan. Karya sastra akan selalu menarik karena di
dalamnya terungkap hasil penghayatan zaman yang dalam. Melalui karya sastra,
pembaca dapat memasuki pengalaman bangsa atau bangsa-bangsa lain, sejarah dan
masyarakatnya untuk menyelami apa yang pernah dirasakan dan dipikirkan.
Karya sastra memang bersifat Dulce
et Utile: menyenangkan dan bermanfaat (Sudjiman, 1985:13). Dengan membaca
dan mendengar karya sastra akan diperoleh pengetahuan dan sekaligus merupakan
sarana untuk latihan memberikan kritik terhadap sastra. Tujuan membaca karya
sastra adalah untuk mendayagunakan pengetahuan, memperkaya rohani, menjadikan
manusia yang berbudaya, dan untuk menggunakan sesuatu dengan baik (Sunardjo,
1984:6). Dengan demikian, karya sastra sangat menunjang nilai-nilai kebudayaan
sekaligus menceritakan kembali sesuatu yang disenangi sastrawan mengenai nilai
sesuatu dalam masyarakat.
Lewat membaca karya sastra, pembaca dapat melaksanakan kegiatan
berbahasa, yaitu kegiatan yang bertujuan memperkaya kosa kata, mengembangkan
kemampuan menyusun kalimat memperoleh gaya bahasa yang dapat dimanfaatkan untuk
mengembangkan kemampuan berbahasa pembacanya. Lebih lanjut, pembaca sastra juga
dapat ditautkan dengan membaca kreatif, yaitu kegiatan membaca yang
dilatarbelangi dengan tujuan tertentu yang bersifat aplikatif. Artinya, pembaca
ingin menemukan nilai-nilai kehidupan yang mampu memperkaya landasan pola
perilaku, mendapatkan pengetahuan praktis untuk menjadi penulis yang baik
(Aminudin, 1984:16).
Sastra bandingan adalah studi sastra bandingan secara totalitas, karena
sastra bandingan identik dengan sastra dunia, sastra umum atau sastra
universal. Pengkajian sastra bandingan pada dasarnya tidak harus terpaku pada
karya-karya klasik dari sastrawan yang terkenal, karena dalam kajian sastra
bandingan tidak jauh berbeda dengan kegiatan mengapresiasi suatu karya sastra.
Contoh kajian nilai magis terdapat dalam novel Calon Arang karya Pramoedya Ananta Toer dengan membandingkan
pertunjukan drama tari yang ada di Bali, dengan film Calon Arang di layar kaca
yang bertutur tentang kehidupan seorang perempuan tua yang jahat. Pemilik teluh
hitam dan pengisap darah manusia. Ia pongah. Semua-mua lawan “politik”nya
dibabatnya. Yang mengkritik dihabisinya. Ia senang menganiaya sesame manusia.
Ia punya banyak ilmu ajaib untuk membunuh orang… murid-muridnya dipaksa
berkeramas, berkeramas dengan darah manusia. Kalau mereka sedang berpesta tak
ubahnya dengan sekawanan binatang buas, takut orang melihatnya yang jika
ketahuan mengintip orang itu akan diseret ke tengah pesta dan dibunuh dan
darahnya dipergunakan berkeramas.Tapi kejahatan ini juga pada akhirnya bisa
tumpas di tangan jejari kebaikan dalam sebuah operasi terpadu yang dipimpin oleh Empu Baradah. Empu ini bisa
mengembalikan kehidupan masyarakat yang gonjang dan ganjing ke jalan yang benar
sehingga hidup bisa lebih baik dan lebih tenang, tidak buat permainan segala
macam kejahatan.
Melalui kajian bandingan ini, penulis akan mengkaji tentang nilai magis
yang terdapat dalam novel Calon Arang karya Pramoedya Ananta Toer, pertunjukan
drama tari dan film yang ada di layar kaca agar pembaca mudah mengerti dan
memahami pengungkapan magis yang menjadi tema besar novel ini,jga banyak sekali
menyinggung sejarah serta berbagai adat istiadat yang berhubungan dengan
spiritual bali(hindu)seperti kepercayaan,persembahan.
1.2
Rumusan
Masalah
Bila
ditinjau dari judul di atas maka analisis ini lebih difokuskan pada bagaimana
perbedaan nilai magis pada novel Calon Arang karya Pramoedya Ananta
Toer,pertunjukan drama tari Calon Arang serta Film yang ada di layar kaca?
1.3
Tujuan Penelitian
Tujuan
dari penelitian ini,yaitu peneliti ingin mendeskripsikan mengenai perbedaan
nilai magis yang terdapat dalam novel Calon Arang karya Pramoedya Ananta
Toer,pertunjukkan drama tari Calon Arang serta film yang ada d layar kaca.
1.4 Metode
penelitian
Penelitian
ini ditinjau dari segi jenis penelitiannya tergolong pada penelitian yang
bersifat hermeneutika karena penelitiannya tergolong pada penelitian yang
bersifat hermeneutika masih saja terus berkembang.Menurut Richard
E.Palmer,definisi hermeneutika dapat dibagi menjadi enam bagian.Sejak awal
hermeneutika telah sering didefinisikan sebagai ilmu tentang penafsiran.Akan
tetapi secara luas hermeneutika juga sering didefinisikan sebagai:(1)Teori penafsiran
kitab suci;(2)Hermeneutika metodologi filologi umum;(3)Hermeneutika sebagai
landasan metodologis dari ilmu-ilmu kemanusiaan;(4)Hermeneutika sebagai
pemahaman eksistensialisme dan fenomenologi eksistensi dan (5)Hermeneutika
sebagai sistem penafsiran dapat diterapkan baik secara kolektif maupun secara
personal,untuk memahami makna yang terkandung dalam mitos-mitos ataupun
simbol-simbol.
Hermeneutika Sebagai Alternatif Interpretasi
Ketika sebuah teks dibaca
seseorang,disadari atau tidak akan memunculkan interpretasi terhadap teks
tersebut.Membicarakan teks tidak pernah terlepas dari unsur bahasa, Heidegger
menyebutkan bahasa adalah dimensi kehidupan yang bergerak yang memungkinkan
terciptanya dunia sejak awal, bahasa mempunyai eksistensi sendiri yang
didalamnya manusia ikut berpartisipasi (tagleton,2006:88)
Sebagai metode tafsir,
hermeneustika menjadikan bahasa sebagai tema sentral, kendati dikalangan para
filsuf hermeneutika sendiri terdapat perbedaan dalam memandang hakikat dan
fungsi bahasa.Perkembangan aliran filsafat hermeneutika mencapai puncaknya
ketika muncul dua aliran pemikiran yang berlawanan, yaitu aliran
intensionalisme dan aliran hermeneutika gadamerian.Intensionalisme memandang
makna sudah ada karena dibawa pengarang atau panyusun teks sehingga tinggal
menunggu interprestasi penafsir.
Sementara
Hermeneutika Gada – merian sebaliknya memandang makna dicari, dikonstruksi, dan
direkontruksi oleh penafsir sesuai konteks penafsir dibuat sehingga teks tidak
pernah baku, ia senantiasa berubah tergantung dengan bagaimana, kapan dan siapa
pembacanya (Rahadjo, 2007:55).Peristiwa pemahaman terjadi ketika cakrawala
makna historis dan asumsi kita terpadu dengan cakrawala tempat itu
berada.Hermeneutika melihat sejarah sebagai dialog hidup antara masa lalu, masa
kini dan masa depan.Metode hermeneutika mencoba menyesuaikan tiap elemen dalam
setiap teks menjadi satu keseluruhan yang lengkap, dalam sebuah proses yang
biasa dikenal sebagai lingkaran hermeneutika.Ciri-ciri individual dapat
dimengerti berdasarkan keseluruhan konteks dan keseluruhan konteks dapat
dimengerti melalui ciri-ciri individual.
Kunci
pemahaman adalah partisipasi dan keterbukaan, bukan manipulasi dan
pengendalian.Sebagai sebuah metode penafsiran, hermeneutika tidak hanya
memandang teks, tetapi juga berusaha menyelami kandungan makna secara
literalnya.Hermeneutika berusaha menggali makna dengan mempertimbangkan
horison-horison (cakrawala) yang melingkupi teks tersebut.Horison yang dimaksud
adalah horison teks, pengarang, dan pembaca.Dengan memperhatikan ketiga horison
tersebut diharapkan suatu upaya pemahaman atau penafsiran menjadi kegiatan
rekonstruksi dan reproduksi makna teks, yang selain melacak bagaimana suatu
teks dimunculkan oleh pengarangnya dan muatan apa yang masuk dan ingin
dimasukkan oleh pengarang kedalam teks, juga berusaha melahirkan kembali makna
sesuai dengan situasi dan kondisi soal teks dibaca atau dipahami.Dengan kata
lain hermeneutika memperhatikan tiga hal sebagai komponen pokok dalam upaya
penafsiran yaitu teks, konteks, kemudian melakukan upaya kontekstualisasi.
BAB II
PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI
2.1 Pengertian Nilai
Nilai
adalah sesuatu yang berharga, bermutu, menunjukkan kualitas dan berguna. Bagi
manusia sesuatu itu bernilai berarti sesuatu itu berharga atau berguna bagi
kehidupan.
2.2 Pengertian Magis
Rahaswia
tersembunyi, terselubung atau paham yang memberikan ajaran yang magis sehingga
haya dikenali, diketahui atau dipahami oleh orang-orang tertentu
saja/penganutnya. Menurut kamus besar bahasa Indonesia magis dapat diartikan
hal gaib yang tidak terjangkau dengan akal manusia biasa. Sub sistem yang ada
di hampir semua agama dan system religi untuk memenuhi hasrat manusia merasakan
emosi bersatu dengan Tuhan.
2.3 Pengertian Nilai Magis
Nilai
yang mengandung unsure-unsur magis (rahasia, tersembunyi, terselubung, objek
dapat diketahui melalui pengetahuan mistik yang tidak dapat dipahami oleh
rasio, seperti supra natural (supra rasional), kebal, debus, pelet, penggunaan
jin santet dan lain-lain.
2.4 Teori Transformasional
Tranformasional
adalah perubahan bentuk atau rupa suatu karya sastra ke dalam bentuk karya
sastra lain. Dalam transformasi struktur-strukturnya tidak statis melainkan
dinamis. Bentuk transformasi terdiri atas beberapa macam,yaitu transformasi
karya sastra tulis ke dalam karya sastra lisan,transformasi karya sastra lisan
ke dalam karya sastra tulis,transformasi karya sastra tulis ke dalam karya
sastra tulis.
Macam-macam
transformasi dapat berupa :penambahan atau
pengulangan,penukaran,penggantian,dan penghapusan. Empat jenis transformasi
tersebut dapat diterapkan ke dalam berbagai bidang teks baik sastra maupaun
bahasa.Di dalam kebahasaan ke-empat jenis transformasi
itu dapat dikaitkan dengan sintaksis,semantik,dan bunyi (fonologi)
sehingga terjadi aneka macam variasi yang dengan sadar atau tidak akan
menimbulkan teks-teks yang baru.
Bentuk-bentuk
transformasi seperti;transformasi karya sastra ke dalam bentuk
novel,transformasi karya sastra ke dalam bentuk drama,transformasi karya sastra
ke dalam bentuk sendratari atau dramatari,Transformasi karya sasra dalam bentuk
pewayangan.
Hal-hal
penting dalam transformasi:dalam transformasi karya sastra tradisional kedalam
seni pertunjukan modern (teater),menyatakan bahwa satu hal yang tidak boleh
hilang dalam proses transformasi itu adalah makna dan nilai-nilai sastra.Makna
kata dan makna kalimat yang mengandung nilai dan pesan seharusnya tetap di
pertahankan ketika kata-kata dan kalimat itu berubah menjadi gerak atau akting.
Transformasi
seni sastra kedalam seni pertunjukan;dalam transformasi pertunjukan ini
tokoh-tokoh dalam seni pertunjukan juga tak perlu dibuat sebanyak tokoh yang
ada dalam novel.Misalnya dengan hanya mengambil tokoh-tokoh penting yang
disesuaikan dengan tokoh-tokoh yang diperlukan dalam seni pertunjukan.Secara
fisik,cerita dalam karya sastra bisa saja tidak sama dengan cerita dalam seni
pertunjukan,misalnya plot atau alur bisa saja diubah.Bangunan alur bisa
dilakukan dengan sistem kilas balik sehingga pembahasannya bisa disusun dengan
pembabakan baru.Artinya bisa dibuat skenario ulang seperti membuat skenario
film dan kisahnya diambil dari novel.
Proses
transformasi dari karya sastra berbentuk tulisan kedalam seni pertunjukan yang
mengandalkan gerak dan akting tentu saja tak mempunyai teori baku.Bahkan
berkali-kali mengubah strategi agar cerita dalam novel atau naskah drama barat
bisa diterjemahkan dengan mulus sekaligus “mengena” dan “sampai” ketika diubah
dalam bentuk tembang,gerak,akting.Contoh-contoh transformasi misalnya;(1)Cerita
rakyat Calon Arang yang ditransformasikan kedalam bentuk novel,(2)Cerita rakyat
yang ditransformasikan kedalam bentuk seni tari atau drama tari,(3)Cerita
rakyat Calon Arang yang ditransformasikan kedalam bentuk film.
2.5 Persamaan dan Perbedaaan Sastra Bandingan
Sastra bandingan adalah sebuah studi teks
across cultural. Studi ini merupakan upaya interdisipliner, yakni lebih banyak
memperhatikan hubungan sastra menurut aspek waktu dan tempat. Dari aspek waktu,
sastra bandingan dapat membandingkan dua atau lebih periode yang berberbeda.
Sedangkan konteks tempat, akan mengikat sastra bandingan menurut wilayah
geografis sastra. Konsep ini merepresentasikan bahwa sastra bandingan tertuju
pada bandingan sastra dengan bidang lain. Bandingan semacam ini, guna menurut
keterkaitan antara aspek kehidupan (Endraswara, 2008: 128). Semantara,
Benedecto Crose (Giffod dalam Endraswara, 2008: 128), berpendapat bahwa studi
sastra bandingan adalah kajian yang berupa eksplorasi perubahan (vicissitude),
alterna-tion (penggantian), pengembangan (devilopmen), dan perbedaan timbal
balik di antara dua karya atau lebih. Sastra bandingan akn terkait dengan ihwal
tema dan ideal sastra.
Ada dua hal yang sangat
mungkin menjadi problem dalam sastra bandingan (comparative literature) sebagai
sebuah disiplin ilmu. Pertama, persoalan yang menyangkut konsep sastra
bandingan. Dalam banyak rumusan atau definisi sastra bandingan pada umumnya,
penekanan perbandingan pada dua karya atau lebih dari sedikitnya dua negara
yang berbeda menjadi pusat perhatian yang utama. Jadi, sebuah perbandingan dua
karya atau lebih yang berasal dari dua negara, termasuk ke dalam wilayah sastra
bandingan. Jika kita membandingkan dua karya yang berasal
dari dua kultur etnik yang berbeda –Sunda dan Jawa, misalnya—, padahal kedua
karya itu berada dalam wilayah negara yang sama, apakah termasuk ke dalam
wilayah sastra bandingan. Pertanyaan yang sama dapat diajukan ketika kita
membandingkan sastra Singapura dengan sastra Taiwan yang keduanya memakai
bahasa Mandarin atau sastra Brunei Darussalam dengan sastra Malaysia yang
keduanya memakai bahasa Melayu. Pertanyaan yang sama tentu saja dapat kita
kemukakan lebih panjang lagi. Jadi, jika kita mengamati karya-karya dari
berbagai negara yang menggunakan bahasa yang sama atau sastra dari berbagai
daerah dalam satu negara, maka ternyata bahwa rumusan sastra bandingan yang
menekankan pada perbedaan negara, justru akan mengundang masalah konseptual.
Dalam konteks itulah, perlu kiranya kita mempertanyakan kembali rumusan-rumusan
sastra bandingan yang pernah ada.
Masalah kedua
menyangkut praktik sastra bandingan sebagai sebuah kajian. Apakah praktik
sastra bandingan hanya sebatas membandingkan dua teks sastra atau lebih jauh
dari itu dengan mencantelkan analisis atau interpretasinya pada kebudayaan dan
kehidupan kemasyarakatan yang melahirkannya. Jika perbandingannya itu hanya
menyangkut dua atau lebih teks sastra yang berbeda, maka hasil perbandingan itu
hanya akan sampai pada perbedaan dan persamaan tekstual. Dari sana mungkin kita
akan sampai juga pada persoalan reputasi dan penetrasi, dan
pengaruh-mempengaruhi. Jika demikian halnya, maka perbandingan itu akan tetap
berkutat pada persoalan tekstual. Jadi, apakah tujuan sastra bandingan hanya
sampai pada pengungkapan perbedaan dan persamaan dua teks atau lebih. Oleh
karena itu, patutlah dipertimbangkan tujuan sastra bandingan yang tidak hanya
sampai pada perbandingan dua teks sastra yang berbeda dan mengungkapkan
persamaan dan perbedaan tekstual, tetapi juga coba menelusuri persamaan dan
perbedaannya itu sebagai bagian dari dua produk budaya yang dilahirkan dari dua
kehidupan sosio-budaya yang berbeda.
Jadi, sesuai dengan uraian di atas dapat
disimpulkan bahwa sastra bandingan adalah perbandingan karya sastra yang satu
dengan satu atau beberapa karya sastra lain, serta perbandingan karya sastra
dengan ekspresi manusia dalam bidang lain.
BAB III
PEMBAHASAN
Berdasarkan
ulasan pada latar belakang dan teori-teori, penelitian ini akan mengkaji
perbedaan nilai magis dalam novel Calon Arang karya Pramoedya Ananta Toer,
pertunjukan drama tari Calon Arang dan film Calon Arang di layar kaca.
3.1 Nilai Magis yang Terdapat dalam Novel Calon
Arang
Sinopsis
Calon Arang dalam novel karya Pramoedya Ananta Toer menceritakan tentang
kehidupan seorang perempuan tua yang jahat.Profesinya adalah tukang teluh
hitam.Dengan sangat tajam, Pramoedya Ananta Toer menggambarkan seorang sosok
Calon Arang ini tak lebih sebagai mesin pemusnah kemanusiaan.Dia adalah pemilik
mantra hitam dan pengisap darah dengan pipa keserakahan, ia pongah, ia tak
pernah puas.Semua lawan politik dibabatnya, yang mengkritik dihabisinya.Ia
senang menganiaya sesama manusia, membunuh, merampas dan menyakiti.Calon Arang
berkuasa, ia tukang teluh dan punya banyak ilmu ajaib untuk membunuh
orang.Demikian Pramoedya menggambarkan tokoh jahat ini.
Tapi
kejahatan ini juga pada akhirnya bisa tumpas di tangan jejari kebaikan dalam
operasi terpadu yang dipimpin oleh Empu Barada.Empu ini digambarkan bisa
mengembalikan kehidupan masyarakat yang gonjang ganjing ke jalan yang benar
sehingga hidup bisa lebih baik dan lebih tenang, tidak membuat segala macam
kejahatan lagi.
Calon
Arang merupakan perempuan yang buas yaitu memaksa muridnya berkeramas dengan
darah manusia karena itu rambut murid-muridnya gimbal-gimbal.Kalau mereka
berpesta seperti binatang buas, sehingga orang-orang takut melihatnya.Jika
ketauan mengintip orang itu akan diseret ke tengah peata dan dibunuh, darahnya
dipergunakan untuk berkeramas.Letak nilai magis dalam novel Calon Arang yaitu
Calon Arang dan muridnya memuja Dewi Durga sambil memuja murid-muridnya dan
menari.Seperti kawanan orang gila nampaknya.Dalam menari-nari itu mereka
melangkah berputar-putar.Tak karuan tariannya.Yang satu tidak sama dengan yang
lain.Seorang menjelir-jelirkan lidah seperti ular.Yang lain mendelik-delik
menakutkan.Yang lain lagi maring-miring dan kakinya dipendekkan.” (Pramoedya, 2003:13)
Pada
saat prajurit-prajurit datang ke rumah Calon Arang dan mendekati Calon Arang
pada saat ia tidur nyenyak.Tukang sihir itu bangunlah dari tidurnya.Melihat
ketiga prajurit itu meluaplah amarahnya matanya merah, sebentar kemudian
menyemburkan api dari matanya itu, juga hidung kuping dan mulutnya merah padam
mengeluarkan api yang menjilat-jilat.Terbakarlah ketiga prajurit itu.Terbakar
sampai hangus dan mati disitu juga.
3.2
Nilai Magis yang Terdapat dalam Dramatari atau Sendratari Calon Arang
Sendratari
Calon Arang adalah salah satu kesenian Bali yang termasuk dalam katagori
kesenian untuk kepentingan ritual yang sakral (wali) tentu saja tidak setiap
saat dipentaskan, biasanya pada saat-saat tertentu saja sebagai sarana untuk
“melukat” (membersihkan desa).Desa adat Kuta, setiap tahunnya selalu mengadakan
pertunjukan ini menjelang odalan pura dalem desa tersebut .Untuk wilayah Desa
Adat Kuta, kegiatan ini dimulai dari setra adat (kuburan umum) yang letaknya
dekat hotel Paradiso dan puncaknya diselenggarakan di depan atau pertigaan
pasar Kuta.
Drama
ritual magis yang melakonkan kisah-kisah yang berkaitan dengan ilmu sihir, ilmu
hitam maupun ilmu putih, dikenal dengan Pangiwa atau Pangleakan dan Panengen.
Lakon- lakon yang ditampilkan pada umumnya berakar dari cerita Calon Arang,
sebuah cerita semi sejarah dari zaman pemerintahan raja Airlangga di Kahuripan
(Jawa Timur) pada abad ke IX. Karena pada beberapa bagian dari pertujukannya
menampilkan adegan adu kekuatan dan kekebalan (memperagakan adegan kematian
bangke-bangkean, menusuk rangda dengan senjata tajam secara bebas) maka Calon
Arang sering dianggap sebagai pertukan adu kesaktian (batin). Dramatari ini
pada intinya merupakan perpaduan dari tiga unsur penting, yakni Babarongan
diwakili oleh Barong Ket, Rangda dan Celuluk, Unsur Pagambuhan diwakili oleh
Condong, Putri, Patih Manis (Panji) dan Patih K eras (Pandung) dan Palegongan
diwakili oleh Sisiya-sisiya (murid-murid). Tokoh penting lainnya dari dramatari
ini adalah Matah Gede dan Bondres. Pertunjukan Calon Arang bisa diiringi dengan
Gamelan Semar, Pagulingan, Bebarongan, maupun Gong Kebyar. Dari segi tempat
pementasan, pertunjukan Calon Arang biasanya dilakukan dekat kuburan (Pura
Dalem) dan arena pementasannya selalu dilengkapi dengan sebuah balai tinggi
(tranjangan atau tingga) dan pohon pepaya.
Pagelaran
Calon Arang berlangsung hangat dan dipenuhi penonton. Di menit-menit terakhir
memasuki tengah malam, peristiwa magis secara perlahan muncul.Saat Calon Arang
yang sesungguhnya ditampilkan, kekuatan magis dan mistik menyeliputi area stage
Jagatnatha, penonton pun dibuat tegang, suara-suara menantang dan mengundang
leak menambah suasana semakin menakutkan. Hingga saat Calon Arang ngereh dan
terjadi peristiwa menusuk diri dan saling menusuk antar teman, seorang penonton yang berada ditengah
keramaian tiba-tiba kerauhan. Hal tersebut membuat suasana semakin mengerikan.
Akibatnya penonton yang kerauhan tersebut dikerubungi penonton lainnya dan
akhirnya sadar dengan sendirinya. Diduga orang yang kerauhan tersebut saat
menonton membawa benda magis atau mempelajari ilmu tertentu, tapi karna mungkin
ilmunya lebih rendah, orang tersbut tidak kuat menahan hawa panas yang datang
dari pemain Calon Arang, hingga dia menjadi kerauhan.
3.3 Nilai Magis dalam Film Calon Arang
Dalam
bentuk film cerita Calon Arang mengalami transformasi bentuk yang pada awalnya
berbentuk teks tertulis mengalami ekranisasi atau peleyarputihan naskah.
Seperti halnya drama, naskah Calon Arang ini mengalami perubahan bentuk menjadi
dialog. Naskah tertulis ini mengalami perubahan bentuk menjadi adegan-adegan
yang divisualisasikan. Apabila dalam drama naskah divisualisasikan dalam pentas
langsung, maka dalam bentuk film ini naskah divisualisasikan melalui media
perekam yaitu kamera film yang pada setiap waktu yang diinginkan film ini dapat
diputar. Mengenai isi naskahnya sendiri, dalam bentuk film ini, cerita Calon
Arang tak mengalami perbedaan jauh dengan cerita yang berkembang di masyarakat
yaitu pada akhir cerita Calon Arang meninggal dan manggali tetap diperistri
Empu Barada.
Calon
Arang adalah tokoh dalam cerita rakyat Jawa da Bali dari abad ke-12. Tidak
diketahui siapa yang mengarang cerita ini.Salinan teks latin yang sangat
penting berada di Belanda,yaitu di Bijdragen Institut.(wikipedia.com).Dalam
makalah ini Calon arang ditransformasi ke dalam beberapa bentuk diantaranya
novel,sendratari,drama dan film. Transformasi teks Calon arang ini dari segi
lisan maupun tulisan.
Dongeng
Calon arang diatas transformasi dalam berbagai bentuk,diantaranya transformasi
dalam bentuk novel,drama,sendratari,dan film. Secara garis besar ,dongeng Calon
arang yang di transformasi dalam bentuk novel,drama,sendratari, dan film
menceritakan tentang seorang wanita jahat
bernama Calon arang yang murka terhadap rakyat Bali karena mereka selalu
mencemooh putri kesayangannya,manggali. Kemurkaannya sempat teredam ketika
datang seorang pria bernama Mpu Baradah yang datang melamar putrinya,sebenarnya
Mpu Baradah diutus menikahi Manggali untuk mencari kelemahan calon arang dan
menghentikan sifat jahat Calon arang. Jadi,dapat disimpulkan bahwa dongeng
Calon arang mengalami proses penciptaan kembali dengan cara ekspansi atau
pengembangan perluasan baik isi maupun fungsi.
Berikut
ini adalah ekranisasi atau usaha sebagai bagian dari transformasi bentuk dari
cerita aslinya.
Judul : Ratu Sakti Calon
Arang
Sutradara : Sisworo Gautama
Produser : Ram Soraya
Pemeran
Utama : Barry Prima, Suzanna
Pemeran
Pembantu : Amoroso Katamsi, Diana
Suarkom, Didin Syamsuddin, Dorman Borisman, HIM Damsjik, Johny Matakena, Linda
Husein, Ratna Debby Ardi, Tina Winarno
Keterangan
Publikasi
Jakarta : Soraya Intercine
Film, 1985
Deskripsi
Fisik : Film Berwarna, 75
menit
Media : Film layar
lebar
Subjek : Film laga
legenda
Bahasa : Indonesia
Penulis
Skenario : I Gusti
Jagat Karana
Penata
Artistik : M.
Affandi SM
Penata
Suara : Endang
Darsono
Penata
Musik : Frans
Haryadi
Penata
Foto : Thomas
Susanto
Penyunting : Muryadi
3.4 Nilai magis dalam novel calon arang
karya pramoedya ananta toer ,sendratari calon arang dan film calon arang
Tabel
Korpus
3.1
Nilai Magis yang Terdapat dalam Novel Calon Arang
Korpus Data
|
Nilai
Magis yang Terdapat dalam Novel Calon Arang
|
KD1
|
Calon Arang dan muridnya memuja Dewi
Durga sambil memuja murid-muridnya dan menari.Seperti kawanan orang gila
nampaknya.Dalam menari-nari itu mereka melangkah berputar-putar.Tak karuan
tariannya.Yang satu tidak sama dengan yang lain.Seorang menjelir-jelirkan
lidah seperti ular.Yang lain mendelik-delik menakutkan.Yang lain lagi
maring-miring dan kakinya dipendekkan.” (Pramoedya, 2003:13)
|
Tabel Korpus
3.2 Nilai Magis yang Terdapat dalam Dramatari atau
Sendratari Calon Arang
Korpus
Data
|
Nilai
Magis yang Terdapat dalam Dramatari atau Sendratari Calon Arang
|
KD1
|
Hingga
saat Calon Arang ngereh dan terjadi peristiwa menusuk diri dan saling menusuk
antar teman, seorang penonton yang
berada ditengah keramaian tiba-tiba kerauhan. Hal tersebut membuat suasana semakin
mengerikan. Akibatnya penonton yang kerauhan tersebut dikerubungi penonton
lainnya dan akhirnya sadar dengan sendirinya. Diduga orang yang kerauhan
tersebut saat menonton membawa benda magis atau mempelajari ilmu tertentu,
tapi karna mungkin ilmunya lebih rendah, orang tersbut tidak kuat menahan
hawa panas yang datang dari pemain Calon Arang, hingga dia menjadi kerauhan.
|
Tabel Korpus
3.3 Nilai Magis dalam Film Calon Arang
Korpus
Data
|
Nilai Magis
dalam Film Calon Arang
|
KD1
|
bentuk
film ini, cerita Calon Arang tak mengalami perbedaan jauh dengan cerita yang
berkembang di masyarakat yaitu pada akhir cerita Calon Arang meninggal dan
manggali tetap diperistri Empu Barada.
|
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan
hasil analisis dan pembahasan penelitian maka dapat ditarik kesimpulan sebagai
berikut ini. Bahwa nilai magis yang benar-benar nyata dapat dilihat terdapat
dalam pertunjukan seni sendratari atau dramatari Calon Arang. Dramatari ritual
magis yang melakonkan kisah-kisah yang berkaitan dengan ilmu sihir, ilmu hitam
maupun ilmu putih, dikenal dengan Pangiwa atau Pangleakan dan Panengan.
Lakon-lakon yang ditampilkan pada umumnya berangkar dari cerita Calon Arang,
sebuah cerita semi sejarah dari zaman pemerintahan Raja Airlangga di Kahuripan
(Jawa Timur) pada abad ke IX karena pada beberapa bagian dari pertunjukannya
menampilkan adu kekuatan dan kekebalan (mempragakan adegan kematian
bangke-bangkean,menusuk rangda dengan senjata tajam secara bebas)maka Calon
Arang sering di anggap sebagai pertunjukan adu kesaktian(batin).Dramatari ini
pada intinya merupakan perpaduan dari tiga unsur penting,yakni Babarongan di
wakili oleh barong ket,rangda,dan celuluk,unsur pagambuhan diwakili oleh
Condong,putri,patih manis(Panji)danpaih keras(pandung)dan palegongan diwakili
oleh sisya-sisya(murid Calon Arang). Belakangan ini drama tari Calon
arang,termasuk kesenian lainnya yang sejenis. Seperti wayang Calon arang,Arja
Calon arang,cenderung menjadi garang dan menantang dengan ditonjolkannya
adegan-adegan yang memperlihatkan pameran kekebalan dan kekuatan batin.
Biasanya sendratari calon arang dipentaskan pada saat tertentu saja. Sebagai
sarana melukat (membersihkan desa). Kegiatan ini dimulai dari setra
adat(kuburan umum) dan puncaknya diselenggarakan didepan atau pertigaan pasar
Kuta.
Dalam
makalah ini Calon arang dapat ditransformasikan kedalam beberapa bentuk
diantaranya,novel,drama,sendratari,dan film. Transformasi teks calon arang ini
dari segi lisan maupun tulisan.
4.2 Saran
Peneliti
menyadari sepenuhnya bahwa hasil penelitian ini banyak kekurangan dan masih
jauh dikatakan sempurna sebagai sebuah penelitian sastra yang baik. Maka dari
itu peneliti memberikan beberapa saran kepada para peneliti lanjut yang menggunakan
novel Calon Arang sebagai obyek penelitian. Adapun saran-saran penelitian
adalah sebagai berikut:
1) Lebih
memperbanyak buku-buku sastra sebagai referensi sehingga kajian yang
ditampilkan akan lebih luas dan mendalam.
2) Hasil
analisis nilai magis dalam novel Calon Arang, pertunjukkannya dapat dijadikan
aspek dalam berbagai telaah sastra terutama kegiatan apresiasi sastra.
3) Hasil
penelitian ini merupakan hasil deskripsi novel Calon Arang pertunjukkannya
serta filmnya ditinjau dari nilai magis yang terdapat di dalamnya dapat
dimanfaatkan sebagai bahan pembanding apresiasi sastra.
DAFTAR
PUSTAKA
Aminudin.
2002. Pengantar Apresiasi Karya Sastra.
Bandung: Sinar Baru
Abdullah,
Taufik (Ed), 1990. Sejarah Lokal di
Indonesia. Yogyakarta : Gajah Mada University Press.
Hardjana,
Andre. 1981. Kritik Sastra : Sebuah Pengantar. Jakarta : Gramedia.
http;//id.wikipedia.org/wiki/Calon_Arang
Katalog
film Indonesia 1926-1995/JB Kristianto. Jakarta: Grafisari Mukti, 1995
Perpustakaan
Nasional RISinematek Indonesia Pusat Dokumentasi Seni: Bidang Film
Ananta
Toer, Pramoedya. 2003.Calon Arang.
Jakarta.
Jassin, HB
1968. Angkatan 66: Prosa dan Puisi.
Jakarta: Gunung Agung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar